STRATEGI
AKSELERASI PENJAMINAN SYARIAH BAGI PEMBIAYAAN MIKRO DI TINGKAT PEDESAAN
Disusun
sebagai persyaratan tugas ekonomi islam
Dosen : Dr.H.M.Edris,Drs,MM
Di susun oleh :
Nama : TRI WAHYU RUDIYANTO
NIM : 201511184
Kelas : Paralel semester II
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
MURIA KUDUS
2015 /
2016
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala kemampuan rahmat dan
hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelasaikan Tugas Makalah yang berjudul “STRATEGI
AKSELERASI PENJAMINAN SYARIAH BAGI PEMBIAYAAN MIKRO DI TINGKATPEDESAAN “
pada mata kuliah ekonomi islam . Kehidupan yang layak dan sejahtera merupakan
hal yang sangat wajar dan diinginkan oleh setiap masyarakat, mereka selalu
berusaha mencarinya dan tak jarang menggunakan cara – cara yang tidak
semestinya dan bisa berakibat buruk. Dengan mengucap puji syukur kehadirat
Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, serta tak lupa sholawat dan salam
kepada junjungan Nabi besar Muhammad Swt
atas petunjuk dan risalahNya, yang telah membawa zaman kegelaapan ke
zaman terang benderang, dan atas doa restu dan dorongan dari berbagai
pihak-pihak yang telah membantu saya memberikan referensi dalam pembuatan
makalah ini. Terutama kepada search engine google yang ikut berperan besar
dalam pembuatan makalah ini.
Saya dapat menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu saya sangat menghargai
akan saran dan kritik untuk membangun makalah ini lebih baik lagi. Demikian
yang dapat saya sampaikan, semoga melalui makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.
Kudus
,10 April 2016
(TRI WAHYU R.)
BAB I
PENDAHULUAN
ABSTRAK
Artikel ini bertujuan mengidentifikasi ketersediaan modal usaha mikro
kecil pedesaan, fungsi lembaga keuangan dan sistem pembiayaannya.Data
dikumpulkan dari 114 responden usaha mikro kecil pedesaan di Kabupaten
Bengkalis.Usaha mikro kecil pedesaan memiliki modal usaha yang tidak mencukupi.Sektor
pekerjaan yang memiliki ketergantungan terhadap sumber permodalan adalah sektor
industri. Sumber modal utama adalah pribadi, baik dari tabungan yang telah
dimiliki atau dengan menjual aset yang ada. Fungsi utama lembaga keuangan mikro
adalah sebagai penyedia modal usaha. Bentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
merupakan pilihan model lembaganya. Pertimbangan utama dalam sistem pembiayaan
adalah sanksi, beban bunga bagi pembiayaan, agunan dan biaya administrasi.
LATAR BELAKANG
Penduduk Indonesia
sebagian besar bermukim di pedesaan umumnya memiliki akses yang terbatas. Untuk
mendorong pembangunan daerah pedesaan diperlukan adanya lembaga-lembaga
perkreditan yang khusus menunjang pembangunan dengan memobilisasi dana yang ada
di pedesaan dan menyalurkan pinjaman untuk membiayai pembangunan.
Seringkali suatu desa memiliki potensi
sumberdaya alam yang kaya, namun kesejahteraan masyarakat dan ekonomi wilayah
rendah, karena keterbatasan sarana dan prasarana pendukung produksi dan lemahnya
permodalan di tingkat petani. Salah satu kendala utama dalam pengembangan
ekonomi desa adalah terbatasnya lembaga keuangan di pedesaan, sehingga melambatkan
geliat kegiatan ekonomi masyarakat dan desa. Implikasinya mengakibatkan adaya
keterbatasan penyerapan tenaga kerja, kesempatan usaha maupun peningkatan
pendapatan masyarakat. Dengan realitas wilayah pedesaan yang demikian maka
perlu terobosan yang bersifat merangsang kegiatan ekonomi masyarakat pedesaaan
yaitu antara lain dengan pembangunan lembaga keuangan mikro di desa.
Kondisi keterbatasan
kinerja peningkatan ekonomi desa dan masyarakat di pedesaan akibat keterbatasan
sarana dan prasarana wilayah dan sumber-sumber pendanaan usaha, juga terjadi di
Kabupaten Bengkalis. Hal ini dapat dilihat dari terbatasnya skala usaha,
produktivitas, dan rendahnya pendapatan petani dan nelayan karena terbatasnya
sumber pendanaan untuk membiayai usaha masyarakat.
BAB II.
PEMBAHASAN
I.LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PEDESAAN
Kegiatan perekonomian
di pedesaan masih didominasi oleh usaha-usaha skala mikro dan kecil dengan pelaku
utamanya adalah petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil
pertanian. Masalah yang biasanya dihadapi adalah permasalahan klasik yaitu
kurangnya ketersediaan modal. Kelangkaan modal bisa terjadinya siklus mata
rantai kemiskinan pada masyarakat pedesaan yang sulit diputus. Usaha mikro dan
kecil merupakan unit usaha paling kecil dalam masyarakat di pedesaan sebagai
upaya memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mereka. Tidak heran jika kebanyakan
dari mereka menggeluti pertanian, nelayan, pedagang, usaha makanan, dan
industri kecil rumah tangga. Sekitar 62,3% masyarakat menyatakan modal usaha
yang dimiliki tidak cukup. Usaha mikro dan kecil sebenarnya tidak butuh modal
besar, tetap saja salah satu kendala klasik yang sering dihadapi di dalam menjalankan
atau mengembangkan usaha adalah kurangnya modal atau dana usaha yang dimiliki. Meski
peranannya besar dalam mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan, tapi
keberadaannya
belum tersentuh perbankan.
v Perkembangan, Prospek, dan Permasalahan UMKM
Peningkatan peran dan
kegiatan usaha UMKM semakin nampak sejak krisis tahun 1997, UMKM telah
menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dan bahkan mampu menjadi penopang
pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari data BPS 2003,
yang menunjukkan populasi UMKM mencapai sekitar 48,39 juta unit atau 99,85%
dari keseluruhan pelaku bisnis di Indonesia. Jumlah tersebut terdiri dari 42,33
juta usaha kecil dengan pertumbuhan 9,46% atau 3,15% per tahun selama kurun
waktu 2000-2003, dan usaha menengah sebanyak 61.986 dengan pertumbuhan 13,46%
atau 4,46% per tahun selama kurun waktu 2000-2003. Disamping itu UKM memberikan
kontribusi besar dalam penyerapan tenaga kerja yaitu 99,4% dan memberikan
kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp.1.013,5 triliun atau
56,73%.
Dari data tersebut perkembangan UMKM
dapat dikatakan cukup baik dan masih memiliki prospek yang baik untuk
ditingkatkan, mengingat proses restrukturisasi sektor korporat dan BUMN
berlangsung lamban, padahal permintaan barang dan jasa yang selama ini dipenuhi
sektor korporat terus meningkat, sehingga memberikan peluang usaha bagi UMKM
dalam berbagai sektor ekonomi.
Pertumbuhan dan peran
UMKM masih bisa terus ditingkatkan, tidak saja karena ketangguhannya dalam
menghadapi berbagai kejutan ekonomi, tetapi juga kemampuannya yang besar dalam
menyediakan lapangan kerja, serta mengatasi kemiskinan. Dengan semakin
menguatnya komitmen pemerintah saat ini, iklim investasi dan kegairahan usaha
dalam perekonomian nasional, termasuk UMKM akan jauh lebih baik. Untuk menjamin
optimism perkembangan UMKM di masa depan, jelas memerlukan penguatan peran dan
strategi pembiayaan, khususnya dari industri perbankan untuk mendukungnya.
Sebagaimana kita ketahui dari berbagai studi, bahwa dalam mengembangkan
usahanya UMKM menghadapi berbagai kendala baik yang bersifat internal maupun
eksternal,
v permasalahan-permasalahan
UMKM yang bersifat internal maupun eksternal tersebut antara lain:
1) manajemen,
2) permodalan,
3) teknologi,
4) bahan baku,
5) informasi dan
pemasaran,
6) infrastruktur,
7) birokrasi dan
pungutan,
8) kemitraan.
Dari beragamnya permasalahan yang
dihadapi UMKM, nampaknya permodalan tetap menjadi salah satu kebutuhan penting
guna menjalankan usahanya, baik kebutuhan modal kerja maupun investasi.
v Untuk
memenuhi kebutuhan permodalan tersebut, UMKM paling tidak menghadapi empat
masalah, yaitu :
1)
masih rendahnya atau terbatasnya akses UMKM terhadap berbagai informasi,
layanan, fasilitas keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan formal, baik
bank, maupun non bank misalnya dana BUMN, ventura;
2) prosedur dan
persyaratan perbankan yang terlalu rumit sehingga pinjaman yang diperoleh tidak
sesuai kebutuhan baik dalam hal jumlah maupun waktu, kebanyakan perbankan masih
menempatkan agunan material sebagai salah satu persyaratan dan cenderung
mengesampingkan kelayakan usaha;
3) tingkat bunga yang dibebankan
dirasakan masih tinggi;
4) kurangnya pembinaan,
khususnya dalam manajemen keuangan, seperti perencanaan keuangan, penyusunan
proposal dan lain sebagainya.
v Kondisi
tersebut mengakibatkan UMKM tetap tidak bias menjangkau berbagai skim kredit
yang disediakan pemerintah dimasa lalu, seperti:
a)
12 (dua belas) skim kredit program
bersubsidi;
b) 16
(enam belas) skim kredit komersial;
c)
2 (dua) jenis skema pembiayaan;
d)
4 (empat) jenis pembiayaan bukan bank
yaitu modal ventura, leasing, factoring;
e)
skema pegadaian;
f)
4 (empat) skim penjaminan dan asuransi,
dan;
g)
9 (sembilan) skim pembiayaan sektoral.
II.
Strategi Pengembangan Pembiayaan UMKM
Diperkirakan
pertumbuhan dan peran UMKM akan semakin meningkat dalam perekonomian kita
disamping karena:
a). iklim investasi dan
iklim usaha yang selama ini menjadi kendala akan menjadi lebih baik dengan
semakin seriusnya pemerintah mengatasi permasalahan yang menjadi faktor
penyebab buruknya sistem investasi seperti KKN, penegakan dan kepastian hukum, perpajakan,
ketenagakerjaan, serta pelayanan birokrasi baik di pusat maupun di daerah.
b).
pemulihan sektor korporat atau perusahaan besar diperkirakan masih memerlukan
waktu lama, karena permasalahan restrukturisasi yang komplektermasuk
permasalahan hukum, hutang luar negeri yang masih cukup besar dan perlu penjadwalan
kembali dengan krediturnya.
c). dukungan pembiayaan
dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya diperkirakan juga semakin
meningkat. Dunia perbankan akan cenderung memberikan kreditnya pada UMKM mengingat
perusahaan besar masih banyak menanggung kredit macet, sehingga perbankan
semakin bersifat hati-hati dalam kegiatan operasinya dan lebih memilih
menyalurkan kreditnya pada UMKM yang usahanya lebih cepat memberikan hasil.
Dengan optimisme
pertumbuhan dan peran UMKM dan potensi pembiayaan kredit dari perbankan yang
semakin baik, perlu dirumuskan dan dijabarkan implementasi strategi dan program
yang jelas untuk mencapainya, yaitu dukungan apa yang dapat dilakukan
pemerintah, Bank Indonesia, perbankan maupun lembaga keuangan non bank, dunia
usaha serta masyarakat pada umumnya, agar UMKM benar-benar bisa menjadi pilar
utama perekonomian.
v Peningkatan
pembiayaan UMKM akan efektif paling tidak harus disertai strategi yang mencakup
:
1) penciptaan iklim usaha dan investasi
yang kondusif,
2) peningkatan kemampuan kewirausahaan,
3) peningkatan dalamjumlah dan kemudahan
persyaratan dalam perkreditan perbankan,
4) pengembangan
perangkat penunjang bagi peningkatan pembiayaan seperti penjaminan kredit,
5) meningkatkan Lembaga Keuangan Mikro,
6) meningkatkan layanan KSP/USP
koperasi,
7) peningkatan lembaga keuangan sekunder,
8) peningkatan jaringan informasi baik
pusat maupun daerah,
9) Pengembangan Multi Finance
III.
Penciptaan iklim usaha dan investasi yang kondusif.
Penciptaan iklim usaha
dan investasi yang kondusif dapat dilakukan melalui perbaikan tata kelembagaan
UMKM dan perumusan kebijakan UMKM dan implementasinya, perbaikan kerangka
pengaturan di tingkat nasional maupun daerah, peningkatan akses UMKM dan
stakeholder terkait akses informasi. Lingkungan usaha yang tidak kondusif dari
pengalaman selama ini telah mengakibatkan ekonomi biaya tinggi yang menimbulkan
inefisiensi. Berbagai macam pungutan baik legal maupun ilegal, bermacam jenis
perijinan yang tumpang tindih dengan birokrasi yang rumit, praktik korupsi,
kolusi dan nepotisme untuk memperlancar usaha, pelanggaran hak cipta, tidak
terjaminnya keamanan menunjukkan wajah buruk iklim usaha di Indonesia, yang
berdampak lemahnya daya saing produk kita disamping Indonesia menjadi tidak
kompetitif sebagai tempat investasi. Dengan demikian berbagai peraturan dan
persyaratan administratif yang rumit dan menghambat kegiatan UMKM sebaiknya
segera dihapus. Selain penciptaan lingkungan yang kondusif, program
pengembangan UMKM hendaknya diarahkan pada program pengembangan yang
berorientasi pasar, yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan kebutuhan
riil UMKM (market oriented, demand
driven program), yang akan menghasilkan pertumbuhan produktivitas UMKM
secara berkelanjutan, dan akan mendorong pertumbuhan UMKM yang berkelanjutan.
v Secara
terinci The Asia Foundation 2000 (dalam Thee Kian Wie, 2001) membagi fokus
pengembangan UMKM baru yang berorientasi pasar dalam empat unsur pokok, yaitu:
1) pengembangan lingkungan bisnis yang
kondusif bagi UMKM.
2) pengembangan
lembagalembaga keuangan yang dapat memberikan akses kredit yang lebih mudah, murah
kepada UMKM atas dasar transparansi
3) pengembangan jasa-jasa non finansial
kepada UMKM yang lebih efektif.
4) pembentukan aliansi strategis
antar UMKM atau UMKM dengan usaha besar di dalam negeri maupun luar negeri.
IV.
Peningkatan kemampuan kewirausahaan
Untuk dapat memperoleh
pembiayaan dari lembaga keuangan bank maupun non bank yang mendasarkan pada
kelayakan usaha, maka harus dilakukan pembenahan dan peningkatan kemampuan di
pihak UMKM. Peningkatan kemampuan kewirausahaan, organisasi, manajemen,
ketrampilan teknis usaha yang digeluti, kemampuan inovasi, manajemen keuangan
seperti perencanaan keuangan, maupun kemampuan menyusun proposal kelayakan usaha
sangat dibutuhkan guna menjadikan UMKM ataupun wirausaha dengan produktivitas
dan daya saing tinggi. Permasalahan yang kita hadapi saat ini adalah kurangnya
jumlah wirausaha dengan produktivitas dan daya saing yang tinggi.
Upaya meningkatkan daya
saing harus dimulai dari mengembangkan kewirausahaan dari para wirausahawan
(pemilik dan pengelola unit usaha) yang telah ada serta menumbuhkan wirausaha
atau minimal unit-unit usaha baru pada sektor-sektor yang produktif sesuai
dengan potensi daerah. Pengembangan kewirausahaan juga diharapkan akan
meningkatkan daya tahan bangsa, memperluas kesempatan kerja dan menanggulangi
masalah kemiskinan, yang terbukti pada saat krisis ekonomi usaha kecil menengah
dan koperasi yang mengandalkan bahan baku lokal dan memiliki keunggulan
kompetitif mampu bertahan dan bahkan berkembang. Kemauan masyarakat untuk
menggeluti wirausaha sebagai penopang utama kehidupannya ditentukan oleh
pemahaman masyarakat mengenai kewirausahaan, faktor sosial-ekonomi, budaya
masyarakat, dan terbukanya kesempatan usaha.
Hasil kajian Model Penumbuhan Usaha Baru yang
dilakukan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2006 mengindikasikan sebagian
besar responden obyek penumbuhan wirausaha ingin menjadi wirausaha, namun
adanya pemahaman yang kurang 'pas' terhadap kewirausahaan menghambat mereka
untuk mewujudkannya.
Faktor penyebab ketidakinginan
masyarakat menjadi wirausaha adalah merasa tidak mempunyai modal, merasa tidak
berbakat, dan risiko bisnis terlalu besar.
v Upaya
menyadarkan masyarakat (khususnya kelompok sasaran potensial, seperti: mahasiswa,
generasi muda) perlu terus dilakukan, terutama mengenai:
(1) modal bukan satu-satunya kunci
sukses wirausaha,
(2)
kesuksesan wirausaha lebih ditentukan oleh kejelian dan keuletan wirausaha
daripada bakatnya,
(3)
risiko usaha dapat diminimalisasi dengan cara membuat perencanaan bisnis yang
baik. Kemampuan teknik dan kemampuan bisnis yang dimiliki masyarakat akan mampu
mengubah peluang usaha menjadi usaha baru yang menguntungkan.
Menurut persepsi
responden, faktor yang harus dimiliki untuk menjadi wirausaha adalah pengalaman
dibidangnya, modal yang kuat dan bakat bawaan. Sebagian besar responden telah
memiliki persepsi yang benar, bahwa pengalaman (teknik dan bisnis) merupakan
faktor utama untuk menjadi wirausaha.
Penguasaan kemampuan
teknik akan mendorong wirausaha untuk melakukan inovasi dan bekerja secara
efisien. Pemberian informasi mengenai arah perkembangan produk, perkembangan
teknologi produksi dan proses adopsi teknologi akan membantu meningkatkan
kemampuan teknik dari wirausaha Indonesia. Upaya mengangkat, mentransformasikan
dan memasyarakatkan teknologi pedesaan secara tepat akan sangat membantu kemampuan
masyarakat pedesaan untuk berproduksi secara efisien dengan menggunakan
peralatan yang sederhana, dan sekaligus akan merangsang daya inovatifnya.
Hambatan utama
masyarakat untuk menjadi wirausaha adalah rasa tidak memiliki modal. Pemberian
informasi dan kemudahan akses ke sumber modal dapat menghilangkan hambatan ini.
Responden menyadari tingkat bunga yang tinggi tidak menjadi masalah, sepanjang
prosedur pemberian pinjaman sederhana dan cepat. Beberapa responden wirausaha
mikro dan kecil menyatakan sumber modalnya berasal dari pinjaman dengan tingkat
bunga 2% - 10% per bulan yang berasal dari koperasi, BMT, BPR dan para pelepas
uang, namun tetap menguntungkan. Penyederhanaan prosedur pinjaman merupakan awal
yang baik untuk meningkatkan kesempatan usaha. Pola bantuan pinjaman lunak dari
BUMN (program kemitraan dan bina lingkungan) perlu ada pembenahan lebih lanjut,
agar lebih tepat sasaran, tepat guna, dan mempercepat akselerasi pertumbuhan
usaha mikro, kecil dan menengah.
V.
Perkreditan Perbankan
Perkreditan perbankan yang selama ini
harus dihadapi UMKM yaitu:
1) Prosedur dan
persyaratan perbankan yang terlalu rumit sehingga pinjaman yang diperoleh tidak
sesuai kebutuhan baik dalam hal jumlah maupun waktu.
2) Kebanyakan perbankan
masih menempatkan agunan material sebagai salah satu persyaratan dan cenderung
mengesampingkan kelayakan usaha.
3) Tingkat bunga yang dibebankan
dirasakan masih tinggi.
4) Kurangnya pembinaan,
khususnya dalam manajemen keuangan, seperti perencanaan keuangan, penyusunan proposal
dan lain sebagainya, sehingga meskipun dimasa lalu pemerintah telah memberikan
berbagai skim kredit bagi UMKM tetap saja skim-skim kredit tersebut tidak
terjangkau.
Sejalan dengan telah pulihnya sektor
perbankan, penguatan sector keuangan khususnya perbankan dalam pemberian
pembiayaan kepada UMKM perlu ditingkatkan, baik dari segi kelembagaan, produk,
maupun pasar keuangan agar mampu menyediakan pembiayaan kepada UMKM dengan
jumlah yang lebih besar dan jenis yang lebih banyak dengan prosedur dan persyaratan
yang lebih mudah. Berkaitan dengan hal tersebut penguatan kredit untuk sector UMKM
saat ini menjadi fokus perhatian pemerintah, antara lain Presiden SBY turun
langsung memimpin rapat koordinasi terbatas (Rakortas) dengan agenda
”peningkatan sistem jaminan kredit bagi UKM” di kantor Kementerian Negara
Koperasi dan UKM awal Maret 2007, dan meminta penyaluran kredit untuk pengusaha
kecil dapat dilakukan dengan mudah dengan cara paling mudah, perlu adanya
jaminan kredit, perbankan agar melonggarkan persyaratan kredit dan tidak
mematok bunga kelewat tinggi.
Dalam kesempatan ini
Wapres menyatakan : Rakortas kali ini bertujuan menggerakkan sektor riil,
sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas. Untuk itu perbankan
agar meningkatkan dan mempermudah kredit dengan aturan yang lebih rileks.Menindaklanjuti
komitmen pemerintah agar performa kredit usaha kecil dan menengah meningkat,
v BI
pada tanggal 2 April 2007 akhirnya mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI),
yang intinya memperlonggar sejumlah persyaratan kredit perbankan bagi UKM.
Pelonggaran meliputi tiga hal, yaitu:
1)
ketentuan kredit bagi UKM dipermudah,
bila selama ini kredit pada UKM harus memenuhi tiga syarat, yaitu prospek
industri, sisi balanced, dan kemampuan membayar, maka kini dua persyaratan
dihilangkan tinggal satu persyaratan yaitu kemampuan membayar.
2)
pelonggaran mengenai pemberian kredit
bagi perusahaan yang bermasalah, yaitu bila perusahaan bermasalah bukan karena kesengajaan
tapi akibat situasi makro dan eksternal perusahaan misalnya terjadinya bencana
alam, maka perusahaan tersebut boleh mendapat kredit.
3)
kemudahan bagi perusahaan yang berada
dalam induk perusahaan (holding) bermasalah, tetapi unit perusahaan dinilai
sehat dan tak bermasalah, maka dapat diberikan kredit .
Dalam hal penjaminan
kredit, menurut Gubernur BI pemerintah berkomitmen memperkuat posisi Askrindo. Untuk
memperkuat modal Askrindo dan Perum SPU, pemerintah akan menyertakan modal
sebesar Rp. 1,4 triliun. Dengan dana sebesar Rp. 1,4 triliun tersebut akan
dapat menjamin total kreditsebesar Rp. 28 triliun.
Dengan asumsi
masing-masing UMKM membutuhkan dana Rp. 8 juta-Rp. 10 juta, maka akan dapat
melayani 3,5 juta unit UMKM, dan jika diasumsikan setiap UMKM mempekerjakan
satu orang maka akan dapat menyerap 3,5 juta orang tenaga kerja. Sejak triwulan
I tahun 2007, sebelum diumumkannya pelonggaran kredit UMKM oleh BI, beberapa
bank memang sudah memprogramkan akan memperbesar penyaluran kredit pada UMKM,
seperti Permata Bank, Bank Mandiri, BRI, dan Bank Danamon. Bank Mandiri
mengalokasikan kredit untuk sektor usaha kecil dan menengah sebesar Rp. 11, 3
triliun, yang mana pada triwulan I persetujuan kredit untuk sektor tersebut
telah meningkat disbanding periode sama tahun 2006. Bank BNI tahun ini
menargetkan penyaluran kredit sektor UMKM sebesar Rp. 2,7 triliun, antara lain
melalui peluncuran kredit baru yaitu BNI Wirausaha yang menawarkan kredit pada
UKM dengan plafon Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar, kredit UKM Syariah, dan
jenis kredit UKM lainnya. Bank BRI sampai akhir tahun 2006 total kredit yang
disalurkan mencapai Rp. 90 triliun, yang mana lebih dari 90% dari total kredit
tersebut (Rp.86 triliun) adalah kredit ke sektor UMKM, adapun kegiatan usaha
yang paling banyak dibiayai adalah usaha perdagangan yaitu sekitar 26%. Dari
bank swasta, total kredit UKM yang disalurkan Bank Danamon tahun 2006 sebesar
Rp. 8,4 triliun, dan tahun 2007 menargetkan penyaluran kredit untuk sektor UKM
sebesar Rp. 1,6 triliun atau tumbuh sekitar 20%. Sasaran kredit UKM Bank
Danamon meliputi sektor perdagangan, hotel dan restoran, manufaktur, industri
pengolahan dan jasa, yang menurut Bank Danamon pelaku sektor riil ini memiliki
prospek baik dan memiliki ketahanan yang cukup baik pada saat negeri ini
dilanda krisis.
Bank Internasional Indonesia
(BII) akan meningkatkan fortofolio kredit usaha kecil dan menengah yang tahun
2006 baru mencapai 38% dari total fortofolio kreditnya, melalui berbagai
kerjasama dengan sejumlah pihak terkait. Salah satu kerjasama tersebut adalah
program pengembangan UMKM melalui koperasi dengan Skim Kredit Primer untuk
Anggota (KKPA), dilakukan bekerjasama dengan Koperasi Paguyuban Pedagang Mie
& Bakso Megapolitan Indonesia (PPMII). Selain itu, BII menyalurkan kredit
UMKM melalui linkage program
dengan BPR, yang mana telah disalurkan dana lebih dari Rp. 480 miliar kepada 87
BPR. Bank Permata menetapkan visi ”menjadi penyedia jasa keuangan terkemuka di Indonesia,
yang memiliki fokus pada segmen UKM dan konsumer.
Saat ini, setelah sekitar enam bulan dari
diumumkannya pelonggaran ketentuan kredit bagi UMKM, perkembangan kredit UMKM
memang mengalami peningkatan. Sebagai contoh penyaluran kredit UMKM Bank Mandiri
sampai dengan akhir September 2007 telah mencapai Rp. 15 triliun, meningkat 33%
dibandingkan periode yang sama tahun yang lalu, dan menargetkan pertumbuhan
kredit UMKM sebesar 40% pada tahun 2008. Realisasi kredit UMKM antara lain dari
pelaksanaan linkage program BPR
untuk memudahkan menjangkau UMKM, terutama usaha mikro di daerah terpencil.
Hingga saat ini telah bekerja sama dengan 1800 BPR yang mengelola dana Rp. 2
triliun. Selain memberikan kredit Bank Mandiri juga menunjukkan kepedulian
dalam penumbuhan wirausaha baru, ditunjukkan dengan adanya kerjasama dana hibah
modal usaha mahasiswa UI, bertajuk Wirausaha Mandiri 2007 bernilai Rp. 800
juta. Dalam program ini perseroan pengetahuan wirausaha kepada mahasiswa/i
tingkat terakhir sehingga setelah lulus tidak mencari pekerjaan tapi
menciptakan lapangan kerja. Demikian halnya BRI, telah mempertahankan
penyaluran kredit korporasi 20%, dan sebagian besar disalurkan untuk sektor
UMKM. Tahun 2008 ditargetkan pertumbuhan kredit 20% yaitu mencapai Rp. 125
triliun, yang sebagian besar juga akan disalurkan pada sektor UMKM dan akan
ditambah Rp.16 triliun.
Menurut Direktur Utama Sofyan Basir, BRI
memang didesain untuk UMKM, menikmati laba juga dari UMKM, harga saham BRI naik
karena profil kredit UMKMnya, dan pengalaman selama ini begitu keluar dari
khitah UMKM maka masalah akan muncul berupa kredit macet. Sejalan dengan
pelonggaran kredit UMKM, ternyata pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal
III mencapai 6,5% lebih tinggi dibanding dengan prediksi terakhir Departemen
Keuangan 6,2%-6,4%, yang komponen terbesar dari sektor pertanian, dan terlihat
pula kenaikan investasi dan ekspor yag mencapai US$ 9,8 miliar, yang mana
kenaikan ekspor tersebut 20,21% merupakan kontribusi dari ekspor produk UKM,
dan di tahun 2008 ekspor produk UKM ditargetkan naik 15% mengingat masih adanya
peluang pasar yang cukup besar.
VI.
Penjaminan Kredit
Meskipun telah
dilakukan pelonggaran dalam kredit perbankan atau ketentuan kredit bagi UMKM
dipermudah, yaitu bila selama ini kredit pada UMKM harus memenuhi tiga syarat,
yaitu: prospek industri, sisi balanced, dan kemampuan membayar, maka kini dua
persyaratan dihilangkan tinggal satu persyaratan yaitu kemampuan membayar.
Berarti kredit perbankan UMKM mendasarkan pada kelayakan usaha, maka UMKM harus
melakukan pembenahan dan peningkatan kemampuannya. Dalam hal ini, hanya UMKM yang
memiliki usaha layak dan memiliki manajemen dan administrasi rapi yang akan
cepat bisa memanfaatkan kredit perbankan. Dengan prasyarat seperti itu, maka
tidak akan banyak pula UMKM yang dapat memanfaatkan kredit bank. Untuk itu,
agar kemudahan kredit tersebut dapat optimal bisa dimanfaatkan UMKM masih perlu
dukungan penjaminan kredit. Penjaminan keuangan adalah suatu perjanjian pihak
ketiga untuk menutup sebagian dari potensi kerugian kepada pihak yang
meminjamkan atas suatu pinjaman bila pinjaman tersebut tidak bisa dibayar penuh
oleh peminjam.
Di Indonesia telah
beroperasi perusahaan penjaminan, yaitu Perum Pengembangan Sarana Usaha (Perum
Sarana), yang pada awal berdirinya (tahun 1971) merupakan Lembaga Jaminan
Kredit Koperasi (LJKK), P.T. Penjaminan Kredit Pengusaha Indonesia (P.T. PKPI),
P.T. ASKRINDO, yang selama ini sudah cukup membantu perkreditan UMKM, namun
karena keterbatasan dana dan kemampuannya, layanan perusahaan penjaminan
tersebut dirasakan masih sangat terbatas. Untuk itu pemerintah memandang perlu
meningkatkan penjaminan kredit tersebut dengan menyediakan dana penjaminan
kredit UMKM yang dimulai pada tahun 2002 dan Dana MAP Pola Penjaminan tahun anggaran
2001 dari eks BPS KPKM.
Pada tahun 2003 Dana
Penjaminan UMKM berjumlah Rp. 95 miliar Alokasi dana Penjaminan Kredit UMKM
dari TA 2001 s.d. T A 2004 sebesar Rp. 260 miliar, dan meningkat dari tahun ke tahun
mencapai Rp. 851 milyar lebih pada pertengahan Januari 2008 dengan debitur
sebanyak 2.768 UMKM. Program ini telah mendorong semakin besarnya minat
menumbuhkan lembaga penjaminan kredit di daerah. Terdapat beberapa Dinaskop dan
UKM tingkat propinsi yang mendorong tumbuhnya lembaga penjaminan kredit UMKM di
daerah, seperti Propinsi Sumatera Selatan, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta,
Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur, Dalam hal penjaminan kredit, untuk
lebih mengoptimalkan kemudahan kredit perbankan untuk UMKM yang diluncurkan
awal 2007, menurut Gubernur BI pemerintah berkomitmen memperkuat posisi
Askrindo.
Untuk memperkuat modal
Askrindo dan Perum SPU, pemerintah akan menyertakan modal sebesar Rp. 1,4
triliun. Dengan dana sebesar Rp. 1,4 triliun tersebut akan dapat menjamin total
kredit sebesar Rp. 28 triliun. Dengan asumsi masing-masing UMKM membutuhkan
dana Rp. 8 juta-Rp. 10 juta, maka akan dapat melayani 3,5 juta unit UMKM, dan
jika diasumsikan setiap UMKM mempekerjakan satu orang maka akan dapat menyerap
3,5 juta orang tenaga kerja Berkaitan dengan pengoptimalan daya guna penjaminan
kredit yang disediakan pemerintah, dari hasil penelitian Tim Peneliti Litbang
Direktorat Perbankan Syariah Bank merekomendasikan agar program penjaminan pembiayaan
UMKM dari pemerintah jangan hanya melibatkan 6 (enam) saja antara lain : Bank
Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI, Bank BNI Syariah, dan Bank BRI,
melainkan juga seluruh Bank Syariah yang selama ini telah berkembang pesat, dan
berdasarkan publikasi BI perSeptember 2007 telah berjumlah 28 (dua puluh
delapan) yang terdiri 3 (tiga) Bank Syariah Umum dan 25 Unit Usaha Syariah
(UUS).
Menurut Tim Peneliti, dukungan pemerintah untuk
memberikan jaminan sangat dibutuhkan untuk mendorong perbankan syariah dapat
mengembangkan sektor UMKM. Selain itu Tim Peneliti juga menyarankan agar Pemda
tingkat propinsi maupun kodya/kabupaten juga mencanangkan program penjaminan
penjaminan pembiayaan syariah untuk UMKM di daerah masing-masing mengingat dana
pemerintah pusat juga terbatas, yang diambilkan dari pos pemberdayaan
masyarakat dalam APBD, yang mana dana tidak seluruhnya digelontorkan dalam
program pengentasan kemiskinan, tetapi sebagian untuk program penjaminan.
VII.
Peningkatan Lembaga Keuangan Mikro dan Layanan KSP/USP Koperasi
Lembaga Keuangan Mikro
(LKM atau microfinance) keberadaannya sangat dibutuhkan bagi masyarakat sekitarnya
untuk keperluan konsumtif maupun UMKM untuk usaha produktif yang relatif tidak
bisa menjangkau lembaga keuangan formal. Lembaga keuangan mikro jenisnya
bermacammacam, ditinjau dari sisi kelembagaan, tujuan pendirian, budaya
masyarakat, program pemerintah atau sasaran lainnya.
Secara umum, lembaga
keuangan mikro di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu formal
dan informal. Lembaga keuangan mikro formal terdiri dari bank seperti Bank
Kredit Desa (BKD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BRI unit dan non bank seperti
Lembaga Dana dan Kredit Perdesaan (LDKP), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit
Simpan Pinjam (USP) Koperasi/KUD, dan Pegadaian.
Adapun lembaga keuangan
mikro non formal antara lain berbagai kelompok dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(KSM dan LSM), Baitul Maal wa Tanwil (BMT), Lembaga Ekonomi Produktif Mandiri
(LPEM), Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UESDP), dan berbagai bentuk kelompok
lainnya. Pengembangan LKM efektif bagi pelayanan permodalan UMKM karena beberapa
merupakan sistem pembiayaan grass
root, secara fisik dekat dengan nasabahnya sehingga benar-benar
memberikan kemudahan, kecepatan pelayanan, dan kemudahan dalam pengawasan.
Namun pengembangan LKM termasuk KSP dan USP koperasi menghadapi beberapa
permasalahan, baik permasalahan internal maupun eksternal, antara lain seperti
terbatasnya kemampuan sumberdaya manusia, manajemen, permodalan, masih
kurangnya kepercayaan masyarakat, lemahnya jaringan (networking) dan inovasi dibidang pemasaran, terbatasnya
teknologi informasi yang dimiliki, sistem dan prosedur operasional yang belum
mapan, serta belum optimalnya pengawasan dan pembinaan dari otoritas yang
berwenang.
Dalam meningkatkan
permodalannya meskipun kredit perbankan telah diperlonggar, atau ketentuan
kredit bagi UMKM dipermudah, namun masih sangat banyak UMKM maupun LKM yang
belum siap menjangkau, karena beberapa permasalahan yang dihadapi LKM seperti
diuraikan diatas, maka program perkuatan permodalan pola dana bergulir melalui
lembaga keuangan mikro (KSP/USP koperasi) yang telah dilaksanakan Kementerian
Negara Koperasi dan UKM masih dilanjutkan. Program ini harus diposisikan
sebagai stimulan, dengan tujuan meningkatkan lembaga keuangan mikro, yaitu meningkatkan
layanan KSP/USP koperasi, sehingga mampu melayani kebutuhan permodalan UMKM
anggotanya secara mandiri. Disamping perkuatan pemodalan pola dana bergulir,
untuk meningkatkan usaha dan pelayanan KSP telah dilakukan kerjasama penyaluran
kredit bank umum kepada UMKM melalui koperasi yang disebut linkage program. Masuknya gerakan koperasi
dalam linkage program merupakan
hal yang patut dibanggakan, karena hal ini menunjukkan meningkatnya kepercayaan
pada koperasi, tentu saja hanya koperasi yang kinerjanya baik yang terpilih
dalam program ini dan dalam pelaksanaannya koperasi harus benar-benar menjaga
amanah.
VIII.
Pengembangan Pembiayaan Multifinance
Selain pengembangan
pembiayaan sebagaimana diuraikan diatas masih ada beberapa sistem pembiayaan (multifinance) yang dapat dimanfaatkan
UMKM, antara lain: modal ventura, anjak piutang (factoring), penyewaan (leasing),
pegadaian, dana BUMN dan sebagainya. Pemilihannya tergantung UMKM
sendiri, berdasarkan kesesuaian, kemampuan pemenuhan persyaratan dan prosedur
yang ditetapkan masing-masing lembaga pembiayaan tersebut.
Modal ventura merupakan
salah satu program Kementerian Negara Koperasi dan UKM dan telah berkembang di
daerah-daerah, hampir disetiap propinsi/daerah istimewa telah berdiri
Perusahaan Modal Ventura Daerah (LMVD) yang menyediakan modal produktif bagi
UMKM.
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
1) Dengan
optimisme pertumbuhan dan peran UMKM dan potensi pembiayaan kredit dari
perbankan yang semakin baik, perlu dirumuskan dan dijabarkan implementasi
strategi dan program yang jelas untuk mencapainya, yaitu dukungan apa yang
dapat dilakukan pemerintah, Bank Indonesia, perbankan maupun lembaga keuangan
non bank, dunia usaha serta masyarakat pada umumnya, agar UMKM benar-benar bisa
menjadi pilar utama perekonomian.
2) Penciptaan
iklim usaha dan investasi yang kondusif dapat dilakukan melalui perbaikan tata
kelembagaan UMKM dan perumusan kebijakan UMKM dan implementasinya, perbaikan
kerangka pengaturan ditingkat nasional maupun daerah, peningkatan akses UMKM
dan stakeholder terkait akses informasi.
3) Untuk
dapat memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan bank maupun non bank yang
mendasarkan pada kelayakan usaha, maka harus dilakukan pembenahan dan
peningkatan kemampuan dipihak UMKM. Peningkatan kemampuan kewirausahaan, organisasi,
manajemen, ketrampilan teknis usaha yang digeluti, kemampuan inovasi, manajemen
keuangan seperti perencanaan keuangan, maupun kemampuan menyusun proposal
kelayakan usaha sangat dibutuhkan guna menjadikan UMKM ataupun wirausaha dengan
produktivitas dan daya saing tinggi.
4) Menindaklanjuti
komitmen pemerintah agar performa kredit UMKM meningkat, BI pada tanggal 2
April 2007 akhirnya mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI), yang intinya
memperlonggar sejumlah persyaratan kredit perbankan bagi UMKM. Pelonggaran
meliputi tiga hal, yaitu:
a)
ketentuan kredit bagi UMKM dipermudah,
bila selama ini kredit pada UMKM harus memenuhi tiga syarat, yaitu prospek
industri, sisi balanced, dan kemampuan membayar, maka kini dua persyaratan
dihilangkan tinggal satu persyaratan yaitu kemampuan membayar.
b)
pelonggaran mengenai pemberian kredit
bagi perusahaan yang bermasalah, yaitu bila perusahaan bermasalah bukan karena
kesengajaan tapi akibat situasi makro dan eksternal perusahaan misalnya
terjadinya bencana alam, maka perusahaan tersebut boleh mendapat kredit.
c)
kemudahan bagi perusahaan yang berada dalam
induk perusahaan (holding) bermasalah, tetapi unit perusahaan dinilai sehat dan
tak bermasalah, maka dapat diberikan kredit.
d)
Kredit perbankan UMKM mendasarkan pada
kelayakan usaha, maka UMKM harus melakukan pembenahan dan peningkatan
kemampuannya. Dalam hal ini, hanya UMKM yang memiliki usaha layak dan memiliki manajemen
dan administrasi rapi yang akan cepat bisa memanfaatkan kredit perbankan.
Dengan persyaratan seperti itu, maka tidak akan banyak pula UMKM yang dapat
memanfaatkan kredit bank. Untuk itu, agar kemudahan kredit tersebut dapat
optimal bisa dimanfaatkan UMKM masih perlu dukungan penjaminan kredit.
e)
Pengembangan LKM efektif bagi pelayanan
permodalan UMKM karena beberapa merupakan sistem pembiayaan grass root, secara fisik dekat dengan
nasabahnya sehingga benar-benar memberikan kemudahan, kecepatan pelayanan, dan
kemudahan dalam pengawasan .
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Anonim,
(2005). Pedoman Pengembangan Kewirausahaan, Basik Penumbuhan
Wirausaha
Baru. Kementerian Koperasi dan UKM, Deputi Bidang
Pengembangan Sumberdaya. Jakarta.
Ø Anonim,
(2002). Strategi Pengembangan Iklim
Usaha dalam Pengembangan Usaha
Kecil
Menengah di Daerah, Jurnal Ekonomi UNTAR, Vol 7 Nomor
1. Jakarta.
Ø Anonim,
(2006). Kajian Model Penumbuhan Unit
Usaha Baru, Deputi Bidang
Pengkajian
Sumberdaya UKMK. Jakarta.
Ø Badan
Pusat Statistik (BPS), (2001). Pengukuran
dan Analisis Ekonomi Kinerja
Penyerapan Tenaga Kerja, Nilai Tambah dan Ekspor
Usaha Kecil dan
Menengah. BPS. Jakarta.
Ø Junaidi,
A, (2003). Prospek Rintisan Lembaga
Penjaminan Kredit Daerah. Infokop
Nomor 22 tahun XIX Membangun Sistem
Keuangan Koperasi. Jakarta.
Ø Taufiq,
M, (2003). Membangun Sistem Pembiayaan
Bagi Usaha Kecil Menengah dan
Koperasi, dalam
Infokop Nomor 23 XIX Prospek Bisnis UKM dalam Era
Perdagangan Bebas. Jakarta.
Ø The
Asia Foundation, (1999). Small and
Medium Entreprise Development. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar